Sabtu, 03 Juni 2017

Di Negara Ini Kamu Berpuasa Selama 23 Jam, Inilah Negara Tersebut


Bulan puasa merupakan bulan yang ditunggu  - tunggu oleh umat muslim di dunia. pada bulan ini umat muslim menahan segala nafsu dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari.

Berpuasa di negara tropis seperti kita yang memiliki dua musim mungkin bukan hal yang unik lantaran pembagian waktu siang dan malam cukup seimbang. Namun bagaimana dengan umat muslim yang tinggal di daerah - daerah yang dekat dengan kutub, yang cenderung mengalami perbandingan waktu antara siang dan malam yang cukup ekstrim?

Seperti halnya Finlandia dan Swedia yang letaknya dekat dengan kutub utara. Ketika musim dingin negara - negara tersebut diselimuti kegelapan total, dan di musim panas matahari hampir tidak pernah tenggelam.

Sebuah keluarga muslim berasal dari Bangladesh yang tinggal di Finlandia menceritakan pengalaman puasa di negara yang mataharinya tenggelam hanya 55 menit dalam sehari.

“Puasa dimulai pada pukul 1.35 pagi dan selesai pada pukul 00:48 pagi. Jadi puasa berlangsung selama 23 jam dan lima menit. Teman-teman dan keluarga kami di Bangladesh tidak percaya bahwa kita bisa berpuasa selama lebih dari 20 jam,” ujarnya, seperti yang dikutip dari Independent 26 Mei 2017.
Namun, tentunya berpuasa lebih dari 18 jam sangat berat untuk dilakukan. Dr Badul Mannan, Imam lokal dan presiden Islam Society of Northern Finland, berkata bahwa ada dua pemikiran mengenai puasa di negara yang harinya lebih dari 18 jam.

Dilansir dari BBC 18 Agustus 2012, Dr Mannan mengatakan, cendekiawan Mesir berkata bahwa jika satu hari begitu panjang atau lebih dari 18 jam, maka Anda bisa mengikuti waktu di Mekkah atau Madinah, atau negara Muslim terdekat.

Pemikiran inilah yang paling umum diikuti oleh mayoritas umat Muslim di Finlandia.

Mereka mengikuti jam berpuasa di Mekkah atau Turki yang dekat dengan Finlandia.
Akan tetapi, pendapat cendekiawan Saudi berkebalikan dengan pemikiran ini.

Menurut mereka, bagimana pun harinya, baik panjang atau pendek, Anda harus mengikuti waktu lokal.

Perbedaan pendapat ini menjadi dilema bagi Nafisa Yeasmin, seorang peneliti di University of Lapland yang pindah dari Dhaka, Bangladesh ke Lapland, Swedia pada tahun 2006.

“Sangat sulit bagiku untuk mengikuti jam puasa di sini karena aku sudah terbiasa dengan 12 jam siang dan 12 jam malam di Bangladesh. Aku sempat berpikir untuk mengikuti jam Mekkah, tetapi aku khawatir bila puasaku akan diterima Allah atau tidak,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar